Menerjemahkan sebuah lagu asal daerah Berau
Banyak lagu yang berasal dari daerah kabupaten Berau, seperti lagu “Bassarnya niat”, “Lamin Talungsur”,dan salah satu nya adalah Lagu “Talinga Sagai” atau yang sekarang menjadi Lagu Pagaddi Angka Lapan. Saya hanya akan mencoba menerjemahkan satu lagu daerah asal Kabupaten Berau ini yaitu lagu “Talinga Sagai”. Lagu daerah yang berbahasakan bahasa barraw atau bahasa banua.
Sungguh tidak mudah menerjemahkan lagu ini, karena saya sendiri bukan asli suku Barraw atau Banua, tetapi saya berasal dari Kabupaten Berau tepatnya di Kecamatan Biduk-biduk. Walaupun tidak mudah tetapi saya akan mencoba untuk menerjemahkannya. Berikut adalah lirik lagu “Talinga Sagai” :
“Talinga Sagai”
Di Tuttuk tuttuk allu dilassung
Barras tugalan lanak jadi gulapung
Gula mira dipinyyik pinyyik
diramas diamut dangngan gulapung
Digiling giling dipilluk pilluk
digawai dami angka lapan
Diguring disugun saji bassi
dibalik diajuk dangngan talung kayang
Lamun puri inda ammang ku marrang
Lamun purrai dami tallur biawan
Mamassai pagaddi sambat karamian
pagaddi asli barau lain tiruan
Translasi:
“ Telinga Dayak”
Di tumbuk tumbuk Allu lessung
Beras hancur menjadi tepung beras
Gula Merah di tekan tekan
di amut (campur) dengan tepung beras
Di giling giling kemudian di bengkok kan.
Di buat seperti angka delapan.
Di goreng di wajan, saji dari besi,
di tusuk menggunakan lidi
Kalau bagus ibu ayah ku bahagia.
Kalau hancur seperti telur biawan
berjalan keliling menjajakan kue pagaddi angka delapan pagi sore,
Kue Pangaddi asli berau bukan tiruan.
Terjemahan :
“ Telinga orang dayak (yang panjang)”
Di tumbuk tumbuk Allu (Alat untuk menunbuk terbuat dari kayu ulin yg di bentuk) Lassung (Wadah terbuat dari ulin yang memiliki lubang cekung).
Beras hancur menjadi tepung beras.
Gula Merah di tekan tekan
dicampur dengan tepung beras
Di giling giling kemudian di bengkok kan.
Di buat seperti angka delapan.
Di goreng di wajan, saji dari besi,
di tusuk menggunakan lidi (terbuat dari daun kelapa)
Kalau bagus ibu ayah ku bahagia.
Kalau hancur seperti telur biawan(kue talinga sagai).
berjalan keliling menjajakan kue pagaddi angka delapan pagi sore,
Kue Pangaddi asli berau bukan tiruan.
Dari hasil terjemahan diatas kita tahu bahwa Talinga Sagai artinya adalah telinga atau kuping dayak, maksudnya telinga orang dayak yang panjang. Talinga Sagai pun di kenal sebagai makanan atau kue yang berbentuk angka delapan. Kue Talinga Sagai adalah salah satu makanan khas Berau, lebih tepatnya di Kecamatan Talisayan. Kue ini terbuat dari gula merah dan tepung terigu diaduk, dan proses memasaknya adalah digoreng.
Lagu diatas menjelaskan tentang cara membuat kue Talinga Sagai. Yang pertama dilakukan adalah menumbuk beras dengan menggunakan allu lessung untuk dijadikan tepung, kemudian beras yang sudah menjadi tepung dicampurkan dengan gula merah. Lalu digiling kemudian dibengkokkan membentuk angka delapan, makanya ada pula yang menyebut kue ini adalah pagaddi anggka lapan atau kue yang berbentuk angka delapan. Kue yang dibuat harus bagus jadinya agar ayah dan ibu senang, karena kalau kue tidak bagus ayah dan ibu akan sedih, sebab kue itu akan dijual agar mendapatkan penghasilan, kue ini adalah kue asli kota berau atau benua, bukan tiruan dari manapun.
Umumnya kue-kue yang menjadi makanan khas suku benua memiliki kesamaan kue dari suku lain hanya berbeda nama. Misalnya dippa yang selalu menyertai acara arwahan di daerah lain disebut mendut atau kue bugis. Bahan, proses pengolahan dan bentuk sama tetapi berbeda nama pada suku lainnya. Demikian juga tumpi dalam bahasa Indonesia disebut cucur terkenal sebagai jajanan pasar tetapi pada suku benua menjadi kue wajib pada acara arwahan bersamaan dengan dippa dan gugus(lemper).
Namun ada beberapa kue yang merupakan kue tradisional yang masih bisa kita temui di kabupaten berau terutama digunung tabur dan daerah pedesaan, salah satunya adalah kue Talinga Sagai ini.
Kue yang satu ini terkenal dengan bentuk uniknya dan rasa manis yang berasal dari gula merah. Hanya berbahan beras, gula merah, dan minyak goreng, kue yang sudah ada sejak zaman kesultanan ini menjadi kue khas yang hanya ada di saat tertentu. Kue ini kadang hanya ada pada saat bulan puasa dan biasanya juga dijadikan untuk kue lebaran. Namun kadang pula orang-orang membuat jika ada yang memesannya.
Meskipun bentuknya terlihat simpel, ternyata untuk pembuatannya tidak sesimpel bentuknya. Beras yang menjadi bahan baku utama, ditumbuk sampai halus terlebih dahulu, baru kemudian dicampur dengan gula merah. Campuran adonan itulah yang kemudian menjadi bahan setengah jadi.
Selagi masih hangat, adonan yang sudah ada kemudian dibentuk lonjong panjang dengan cara dipelintir sedikit demi sedikit. Adonan berbentuk lonjong itu dipotong kecil sekitar 5 sentimeter, untuk selanjutnya dibentuk menjadi angka delapan.
Proses pembentukan inilah yang diakui Mastiah agak sedikit susah. Karena adonan sudah setengah matang, untuk proses penggorengan tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar satu menit sampai kue berubah warna.
Talinga Sagai ini belum terlalu banyak yang mengetahui. Kue Talinga Sagai ini biasa dijual perkilonya mulai dari harga 30 ribu sampai 60 ribu.
Lagu Talinga Sagai” ini mengisahkan seseorang yang sedang membuat kue untuk dijual di tempat yang ramai, mulai pagi hari hingga sore hari. Taling Sangai memang kue khas Kabupaten Berau, dinamai Talinga Sagai atau Telinga Dayak (yang panjang) tidak begitu diketahui dengan jelas, tetapi mungkin juga ada kaitannya dengan masyarakat benua dan dayak. Sebab di kabupaten Berau sendiri ada pula sebagian yang bersuku dayak.
Sumber :
- https://www.google.co.id/search?q=budaya+kabupaten+berau
- http://beraupost.co.id/berita/detail/talinga-sagai-si-manis-angka-delapan.html
Komentar
Posting Komentar